Liputan6.com, Jakarta: Ramadan dan Idulfitri. Bagi masyarakat di Tanah Air yang mayoritas muslim, momen ini dijadikan ajang untuk pulang kampung alias mudik dan sudah jadi rutinitas dari tahun ke tahun. Penyumbang terbesar pemudik jelas bersal dari kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang memang
kebanyakan pendatang dengan kota tujuan beragam dari dalam hingga luar Jawa.
Yang terjadi sudah bisa ditebak. Ratusan ribu, bahkan jutaan pemudik pulang kampung berbarengan menjelang Idulfitri. Penuh sesak di hampir setiap sarana transportasi umum yang digunakan para pemudik.
Data Dinas Perhubungan DKI Jakarta 2011 menunjukkan, jumlah pemudik menggunakan angkutan umum mencapai 2,3 juta serta sekitar 4,9 juta pemudik berkendaraan pribadi. Terbayang ruwetnya detik-detik jelang Lebaran dengan limpahan pemudik di jalan. Tahun ini, jumlah pemudik diperkirakan meningkat mencapai 8,3 juta orang. Sebagian besar adalah pemudik yang menggunakan akses darat atau jalan nasional.
Pemerintah melalui Kementrian Pekerjaan Umum sudah mengantisipasi situasi ini dengan mempersiapkan infrastruktur jalan yang akan dilalui oleh para pemudik. Tujuannya apalagi kalau bukan kenyamanan dan kemanan bagi para pengguna jalan.
Namun, perbaikan infrastruktur ini tak selalu mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Di daerah Brebes, Jawa Tengah, misalnya. Perbaikan salah satu ruas jembatan di kawasan itu untuk kelancaran arus mudik ternyata membuat kemacetan lalu lintas. Dan sudah bisa diduga ini direspon dengan kejengkelan oleh warga sekitar. Jengkel bukan hanya karena macet, juga mungkin disebabkan perbaikan berulang-ulang dari jembatan ini tak juga maksimal hasilnya.
Sekadar informasi, jalur Pantai Utara Jawa atau atau lebih dikenal dengan Pantura dengan panjang 1.182 kilometer menjadi akses yang luar biasa penting bagi pertumbuhan ekonomi. Hampir 50 ribu kendaraan setiap harinya melintasi jalur Pantura, sedangkan idealnya ada diangka 20 ribu unit kendaraan. Tak bisa dipungkiri, hal ini menjadi prioritas utama pemerintah, utamanya jelang menyambut arus mudik Lebaran seperti saat ini.
Anggaran Rp 1,03 triliun dikucurkan untuk jalur Pantura di tahun ini. Dana digunakan untuk pemeliharaan rutin, berkala, peningkatan struktur,dan peningkatan pembangunan. Jumlah yang lebih kecil jika dibanding 2011 yang mencapai Rp 1,22 triliun.
Mencari jawaban dugaan adanya penggunaan material berkualitas rendah pada ruas Pantura, kami mendatangi Fakultas Teknik Sipil Universitas Diponegoro. Untuk jalur Pantura, material berupa aspal dirasa sudah tak mampu lagi menahan beban kendaraan yang melintas dan juga cuaca ekstrim yang belakangan kerap terjadi. Solusinya, mengganti dengan sistem beton atau rigid pavement.
Laboratorium konstruksi dan bahan Universitas Diponegoro menjadi tempat menggali info lebih detil. Selain menjadi tempat pengujian kekuatan struktur jalan ataupun bangunan, ternyata lab ini juga pernah membantu pengungkapan beberapa kasus penyimpangan konstruksi baik bangunan dan jalan di Jawa Tengah. Secara garis besar, proses uji dilakukan agar pihak-pihak yang terlibat dalam pengerjaan proyek akan secara benar menerima pekerjaan ini sesuai kualitas alias mengurangi resiko penyimpangan bahan yang digunakan.
Muatan berlebih dari angkutan barang diduga menjadi salah satu penyebab kerusakan jalan di jalur Pantura. Namun, sebelum menelusuri ke arah dugaan tersebut, langkah pertama mencari para penanggung jawab pekerjaan yang diduga menjadi anggota lingkaran setan proyek Pantura. Beberapa perusahan didatangi. Namun, tak semudah yang dibayangkan. Jawaban yang disampaikan selalu normatif alias tak ada informasi yang mengarah pada penyimpangan.
Bertekad menguak misteri di balik proyek abadi Pantura, sejumlah kontraktor dijajaki. Buah dari kesabaran, tim Sigi akhirnya janji bertemu dengan salah satu kontraktor dengan berpura-pura ingin menjadi rekanan sub kontraktor. Hasilnya lumayan. Ia membeberkan kisah-kisah sepak terjangnya sebagai kontraktor, mulai dari lobi-lobi, meraup fee alias komisi, sampai permainan nakal yang menyimpang di lapangan. Pernyataan terbuka dari kontraktor tentang akal-akalan dan juga permainan nakal didapat.
Tim Sigi kemudian mencoba membuktikan mengenai muatan angkutan barang melebihi kapasitas yang ditentukan. Sasarannya kali ini para pengendara truk. Hasil ngobrol-ngobrol dengan mereka, muncul informasi tentang permainan oknum jembatan timbang dengan pengemudi truk yang membayar denda kelebihan muatan lewat belakang atau dikenal dengan sebutan mel.
Ternyata dugaan overload muatan alias beban berlebih benar adanya. Ditambah permainan oknum petugas, pelanggaran aturan ini menjadi lebih terang. Wajar saja ini ikut mendorong umur jalan menjadi lebih singkat. Namun, ini hanya jadi salah satu faktor penyebab saja mengapa program perbaikan jalan Pantura seperti tak pernah selesai.
Pilihan material aspal juga jadi masalah krusial lantaran tak setahan beton. Dan sejumlah faktor lainnya yang harus segera dibenahi agar proyek Pantura tidak menjadi proyek abadi yang menyedot banyak uang. Terlepas dari dugaan penyimpangan, proyek Pantura berjalan terus. Di beberapa ruas jalan Pantura Jawa Tengah, upaya pemeliharaan dan peningkatan sedang berjalan, Penggantian Jembatan Kabuyutan di ruas Pejagan, Losari, Jawa Barat, misalnya.
Bagaimanapun juga, jalan Pantura di musim arus mudik dan balik kali ini tetap harus diperbaiki. Ini untuk memberikan kenyamanan pada pemudik dan pemerintah patut kita berikan apresiasi dalam upaya pelayanan yang terbaik bagi para pengguna jalan.(BOG)
sumber : yahoo